Sabtu, 15 Oktober 2011

KONFLIK


Sedikitnya selama tiga dasawarsa, kebijakan yang sentralistis dan pengawalan yang ketat terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk memikirkan, membicarakan dan memecahkan persoalan yang muncul dari perbedaan secara terbuka, rasional dan damai kekerasan antar kelompok yang meledak secara sporadis di akhir tahun 1990-an di berbagai kawasan di Indonesia menunjukkan betapa rentannya rasa kebersamaan yang dibangun dalam Negara-Bangsa, betapa kentalnya prasangka antara kelompok dan betapa rendahnya saling pengertian antar kelompok. Konteks global setelah tragedi September 11 dan invasi Amerika Serikat ke Irak serta hiruk pikuk politis identitas di dalam era reformasi menambah kompleknya persoalan keragaman dan antar kelompok di Indonesia dan Sejarah menunjukkan, pemaknaan secara negatif atas keragaman telah melahirkan penderitaan panjang umat manusia pada saat ini, paling tidak telah terjadi 35 pertikaian besar antar etnis di dunia. Lebih dari 38 juta jiwa terusir dari tempat yang mereka diami, paling sedikit 7 juta orang terbunuh dalam konflik etnis berdarah. Pertikaian seperti ini terjadi dari Barat sampai Timur, dari Utara hingga Selatan. Dunia menyaksikan darah mengalir dari Yugoslavia, Cekoslakia, Zaire hingga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai Sudan, dari Srilangka, India hingga Indonesia. Konflik panjang tersebut melibatkan sentimen etnis, ras, golongan dan juga agama karena itu merupakan kenyataan yang tak bisa ditolak bahwa negara-bangsa Indonesia terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama dan lain-lain sehingga negara-bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat "multikultural" tetapi pada pihak lain, realitas "multikultural" tersebut berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali "kebudayaan nasional Indonesia" yang dapat menjadi "integrating force" yang mengikat seluruh keragaman etnis dan budaya tersebut karena perbedaan budaya merupakan sebuah konduksi dalam hubungan interpersonal sebagai contoh ada yang orang yang bila diajak bicara (pendengar) dalam mengungkapkan perhatiannya cukup dengan mengangguk-anggukan kepala sambil berkata "uh. huh" namun dalam kelompok lain untuk menyatakan persetujuan cukup dengan mengedipkan kedua matanya dalam beberapa budaya, individu-individu yang berstatus tinggi biasanya yang memprakarsai, sementara individu yang statusnya rendah hanya menerima saja sementra dalam budaya lain justru sebaliknya sebab beberapa psikolog menyatakan bahwa budaya menunjukkan tingkat intelegensi masyarakat. Sebagai contoh, gerakan lemah gemulai merupakan ciri utama masyarakat bali Oleh karena kemampuannya untuk menguasai hal itu merupakan ciri dari tingkat intelligensinya sementara manipulasi dan rekayasa kata dan angka menjadi penting dalam masyarakat barat  oleh karenanya "keahlian" yang dimiliki seseorang itu menunjukkan kepada kemampuan intelligensinya.





Conclusion / opinion
I think the conflict is common in an individual, group, or organization. Because eachperson or group has a different opinion. Therefore, the conflict must be faced with a cool head in the conflict used to be a problem in an individual, group, or organization.
As examples of the American invasion of Iraq caused by the prolonged conflict and did not find the middle point or a way out so that it raises the battle between the two countries.
And if between the two countries meet each other and talk about it with a head cold warbetween Iraq and America will never happen.
although it is difficult to solve conflicts in a state of calm as a head cold or emotion in every human being is different levels.
Therefore we should be biased to be more mature and learn to accept the opinions of others and set aside our own ego, so konfilk easily resolved and does not become aproblem in inter-individual, group or organization.
And conflicts easily found everywhere because the conflict is usually a source of trouble in some way in this life.
no denying that the conflict was a divisive one group or individual.
Because of that we should really could solve the problem in a conflict in society, group,organization, or inter-state conflict.
so that no more divisions in the group, individual, and in the organization

.

Selasa, 11 Oktober 2011

kemacetan dijakarta

Sejarah transportasi kota Jakarta bermula dari sebuah pelabuhan yang bernama Sunda Kelapa. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan dari kerajaan Pajajaran. Sebelumnya merupakan milik kerajaan Tarumanegara yang dipakai untuk transportasi barang-barang dagangan dengan pedagang-pedagang dari India dan Cina. Sejak dulu Sunda Kelapa merupakan pelabuhan yang cukup strategis dan ramai. Maka tidak heran sejak dulu arus transportasi sudah sedemikian padat di pelabuhan ini.
Sekitar tahun 1859, Sunda Kalapa sudah tidak seramai masa-masa sebelumnya. Akibat pendangkalan, kapal-kapal tidak lagi dapat bersandar di dekat pelabuhan sehingga barang-barang dari tengah laut harus diangkut dengan perahu-perahu. Oleh karena itu dibangunlah pelabuhan baru di daerah Tanjung Priok sekitar 15 km kearah timur dari pelabuhan Sunda Kalapa. Untuk memperlancar arus barang maka dibangun juga jalan kereta api pertama (1873) antara Batavia – Buitenzorg (Bogor). Empat tahun sebelumnya muncul trem berkuda yang ditarik empat ekor kuda, yang diberi besi di bagian mulutnya. Dari sejarah diatas bisa diambil kesimpulan bahwa sejak dulu kota Jakarta merupakan kota dengan arus perpindahan barang maupun orang yang cukup padat. Infrastruktur dasar perkotaannya pun merupakan infrastrukur transportasi seperti pelabuhan dan jalur kereta api.
Perkembangan tranportasi kota Jakarta pun memasuki babak baru ketika daerah-daerah pemukiman muncul didaerah sekitar pelabuhan. Mulailah muncul jalan-jalan penghubung di daerah sekitar pelabuhan. Hingga zaman sebelum kemerdekaan, Jakarta sudah berubah menjadi sebuah kota yang modern yang kala itu bernama Batavia. Pada saat itu, tahun 1943 sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, ada angkutan massal yang disebut Zidosha Sokyoku (ZS). Jangan membayangkan bentuk kendaraan yang bermesin, angkutan tersebut berupa sebuah gerobak yang ditarik seekor sapi, bahkan ketika keadaan serba sulit karena peran sapi penariknya justru disembelih untuk dimakan. Selain itu sejak tahun 1910, Jakarta sudah mempunyai jaringan trem. Trem adalah kereta dalam kota yang digerakkan oleh mesin uap. Trem merupakan angkutan massal pertama yang ada di Jakarta. Ketika itu jaringan trem di Jakarta sudah melayani arus perpindahan dari pelabuhan hingga Kampung Melayu. Sampai saat ini peninggalan jejak trem di Jakarta masih bisa kita lihat diantaranya di Museum Fatahillah serta di Jembatan bekas trem yang melintas sungai Ciliwung di daerah Raden Saleh atau Dipo trem yang sekarang ditempati PPD sebagai dipo di daerah Salemba. Dapat disimpulkan ketika itu transportasi massal menjadi pilihan utama masyarakat untuk berpergian di dalam kota.
Kebijakan mulai beralih kepada penggunaan kendaraan pribadi sejak taun 1960-an ketika presiden Sukarno memerintahkan penghapusan trem dari Jakarta dengan alasan bahwa trem sudah tidak cocok lagi untuk kota sebesar Jakarta. Sayangnya ketika trem dihapus, sebelumnya tidak diimbangi dengan jumlah bus. Ketika itu politik kita yang ‘progresif revolusioner’ berpihak ke Blok Timur yang sedang berkonfrontasi dengan Blok Barat yang dijuluki Nekolim (neokolonialisme, kolonialisme, dan imperialisme). Tidak heran bus-bus yang beroperasi di Jakarta berasal dari Eropa Timur, seperti merek Robur dan Ikarus. Akan tetapi, karena jumlahnya tidak banyak, opletlah yang mendominasi angkutan di Jakarta. Sampai-sampai beroperasi ke jalan-jalan protokol, di samping becak untuk jarak dekat. Waktu itu oplet (dari kata autolet) bodinya terbuat dari kayu yang dirakit di dalam negeri. Sedangkan mesinya dari mobil tahun 1940-an dan 1950-an, seperti merek Austin dan Moris Minor (Inggris) serta Fiat (Italia). Di Jakarta juga disebut ostin, mengacu nama Austin, yang sisa-sisanya kini dapat dihitung dengan jari.
Kemudian pada tahun 1970an terjadi peningkatan jumlah kendaraaan secara signifikan di Jakarta. Terjadilah revolusi transportasi yang melanda Jakarta. Masyarakat berlomba-lomba untuk memiliki kendaraaan pribadi. Seakan-akan belum menjadi orang kaya jika belum mempunyai mobil pribadi. Ditunjang oleh sistem pengkreditan yang luar biasa mudah, membuat masyarakat berlomba-lomba memiliki mobil pribadi. Pemerintah pun seakan mendukung program ‘pembelian kendaraan pribadi’ ini. Jalan-jalan utama diperlebar, jalur-jalur ditambah, dan kebijakan-kebijakan lain yang semakin memanjakan penggunaan mobil pribadi. Akumulasi akibat dari kebijakan ini adalah keadaan Jakarta seperti sekarang. Dimana kapasitas jalan sudah tidak mampu lagi menampung arus kendaraan yang melintas diatasnya sementara pertumbuhan pemilikan kendaraan tetap saja tinggi.
Kota Jakarta secara historis telah mendapatkan warisan infrastruktur angkutan umum masal dari pemerintah kolonial Belanda. Sejak zaman kolonial hingga sekitar 1960, tramway menjadi sarana angkutan umum yang nyaman dan cepat serta penopang pergerakan orang di Kota Jakarta. Namun, lambat laun moda angkutan tersebut hilang dari tanah Jakarta. Dari situ, tampak kebijakan pengembangan infrastruktur transportasi di Kota Jakarta telah bergeser. Andai orientasi pengembangan tetap dalam koridor angkutan umum masal, tentu saja pengoperasian tramway tidak dihapus begitu saja. Infrastruktur tramway itu kemudian diganti dengan pembangunan dan pengembangan jaringan jalan yang masif.
Pada akhirnya, pengembangan jaringan jalan di Jakarta terhambat dan saat ini rasio luas wilayah atau panjang jalan di Jakarta hanya 3-4 persen. Rasio tersebut jauh dari kondisi ideal, yaitu 10-15 persen (Pola Transportasi Makro Jakarta, 2004). Sedangkan pertumbuhan kendaraan pribadi naik setiap tahun dengan kisaran 10 persen. Ketidakseimbangan itu menjadi salah satu faktor penyebab kemacetan parah di Jakarta.

lingkungan hidup

LINGKUNGAN HIDUP


Konferensi lingkungan hidup itu dikenal sebagai konferensi Stockholm dan tanggal pembukaan konferensi yaitu tanggal 5 Juni disepakati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Tema dalam Konferensi Stockholm yang berlangsung pada tanggal 5-16 Juni 1972 itu adalah “The Only One Earth” yang dalam bahasa Indonesia diartikan “Hanya Satu Bumi”.
Demi perhatian terhadap kondisi lingkungan hidup, konferensi Stockholm menyetujui dibentuknya sebuah badan urusan PBB yang bertugas mengurus permasalahan lingkungan, yaitu United Nation Environmental Programe (UNEP) yang bermarkas di Nairobi, Kenya.
Selama ini kita mengenal dan menyebut istilah “lingkungan hidup” sebagai “lingkungan” saja yang maksudnya adalah lingkungan hidup bagi manusia. Pengertian lingkungan hidup antara lain sebagai berikut :
1. St. Munajat Danusaputra : Lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan aktivitasnya, yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya. (Darsono, 1995)
2. Otto Soemarwoto : Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia.
3. Emil Salim : Lingkungan hidup adalah segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia
4. Pasal 1 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup : Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia, dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lain.

Komponen-komponen lingkungan hidup tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik adalah makhluk hidup yang meliputi hewan, tumbuhan dan manusia. Komponen abiotik adalah benda-benda tak hidup (mati) antara lain air, tanah, batu, udara dan cahaya matahari.
Semua komponen yang berada di dalam lingkungan hidup merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk sistem kehidupan yang disebut ekosistem.
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Ekosistem merupakan suatu kesatuan fungsional antara komponen biotik dan komponen abiotik. Ekosistem merupakan suatu interaksi yang komplek dan memiliki penyusunan yang beragam.
Ilmu yang mempelajari tentang lingkungan hidup adalah Ekologi. Istilah ekologi untuk pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel, seorang ahli biologi berkebangsaan Jerman. Istilah ekologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang artinya rumah tangga atau habitat dan logos yang artinya telaah atau ilmu.